Foto: Agung Putu Iskandar |
PENINGGALAN monumental Wahyu Sulaiman Rendra, kompleks Bengkel Teater, Citayam, Kota Depok, tidak akan merana meski sang Maestro telah berpulang. Keluarga dan aktivis Bengkel Teater bertekad melanjutkan obsesi seniman karismatik itu. Selain meninggalkan ribuan puisi dan sajak, Rendra memang meninggalkan kompleks seluas tiga hektare.
Sore itu, Sudibyanto alias Dibyo, tengah berada di Aula Bengkel Teater Rendra. Mendung memang menggantung. Pria gondrong itu adalah adik kedelapan Rendra. Mereka sebenarnya sembilan bersaudara. Rendra anak kedua. Kakak Rendra meninggal ketika berusia lima tahun.
"Jadi, saya sama Mas Willy (panggilan Rendra yang meninggal 6 Agustus 2009 Red) itu sama-sama kedua. Dia anak kedua dari depan, sedangkan saya anak kedua dari belakang," katanya sambil mempersilakan duduk di dipan kayu di depan aula.
Dipan tersebut menghadap dua keran air yang menancap di tembok setinggi dengkul orang dewasa. Di atas tembok, terdapat empat gelas mungil. Keran-keran itu memang menyediakan air layak minum. Para artis atau pengunjung makam bisa langsung memutar keran dan menenggak airnya. "Air ini diambil dari lapisan air murni di bawah tanah. Dibor kemudian dipompa ke permukaan," jelas Dibyo. "Dulu dibor pake bor khusus penambangan milik Setiawan Djody," lanjutnya. Setiawan Djodi adalah pengusaha tanker minyak yang juga pemusik teman karib Rendra.
Meski sederhana, kompleks Bengkel Teater milik Rendra itu punya fasilitas memadai. Bisa disebut sebagai "desa mandiri". Ada sumber air sendiri, ada peternakan (ayam, ikan, dan kambing), juga lahan persawahan.
Selain itu, ada rumah pribadi Rendra yang biasa disebut Rumah Lampung. Ada guest house, juga aula. Beberapa toilet yang bersih dan modern dibangun di pinggir jalan setapak yang membelah kompleks. Suasananya adem. Pohon-pohon rimbun dan besar mendominasi ruang-ruang kosong di lahan seluas tiga hektare itu.
Di bagian belakang kompleks terdapat pemakaman keluarga. Ada delapan jenazah yang dimakamkan di lahan seluas dua kali lapangan voli tersebut. Mereka adalah keluarga Rendra, anggota Bengkel Teater, juga Mbah Surip. Kompleks tersebut mulai dibangun setelah Rendra dan Bengkel Teaternya sukses menggelar Panembahan Reso di beberapa tempat di Eropa dan di Istora Senayan pada 1986.
Sepeninggal Rendra, kata Dibyo, Bengkel Teater tetap hidup. Rendra bagi aktivis Bengkel Teater adalah pembuka jalan. Yang sudah dia lakukan menjadi petunjuk bagi rekan-rekannya untuk melanjutkan. "Seperti kata Mas Willy, patah tumbuh hilang berganti," ujar lelaki 62 tahun itu.
Lebih lanjut Dibyo menjelaskan, keluarga dan kerabat dekat Bengkel Teater akan melanjutkan obsesi Rendra pada kompleks tersebut. Rendra, kata Dibyo, sangat terobsesi menjadikan kompleks tersebut menjadi hutan. Sejumlah tanaman hutan tropis yang keras dan lebat didatangkan. Mulai pohon kenari, jati mas, dan pohon-pohon hutan lain yang langka.
Saking terobsesinya menghutankan kompleks tersebut, Rendra turun langsung. Dia mengatur dengan detail jenis pohon yang harus ditanam di tempat-tempat tertentu. "Mas Willy itu kalau mengatur tanaman seperti mengatur blocking (pengaturan posisi dan peran pemain di panggung, Red). Di sini kamu begini, di sini begitu. Orang-orang tinggal menandai dan menurut saja," tutur Dibyo lantas tersenyum kecil.
Pohon-pohon tersebut tidak dibeli dari kocek Rendra. "Ada saja yang menyumbang. Misalnya, Menteri Kehutanan M.S. Kaban," kata Dibyo. Politikus Partai Bulan Bintang itu menyumbang ribuan bibit pohon. Kadang, ketika tampil di pergelaran seni, Rendra tidak minta dibayar uang. Tapi, dengan bibit pohon yang belum banyak tumbuh di kompleks tersebut.
"Biasanya, itu untuk anak-anak SMA atau perguruan tinggi yang tidak mampu bayar penuh," kata Dibyo sambil nderenges.
Iwan Burnami, adik ipar Rendra, juga mengatakan keluarga dan rekan-rekan Rendra bakal melanjutkan obsesi seniman tersebut. Selain menanam berbagai jenis pohon, sejumlah lahan kosong di Bengkel Teater bakal dibangun.
Pria yang menikahi adik Ken Zuraida itu menunjuk sebuah kolam ikan di depan Rumah Lampung. Letak kolam ikan itu sekitar lima meter di bawah Rumah Lampung. Luasnya sekitar 100 meter persegi. "Itu mau dibangun amphitheatre agar bisa dipakai untuk pertunjukan," katanya.
Sejumlah titik di kompleks tersebut bakal dibangun pendapa-pendapa. Selain sebagai tempat mangkal para aktivis teater, pendapa tersebut bisa digunakan sebagai tempat singgah bagi pengunjung makam. Sambil berziarah, mereka bisa ngadem sejenak di antara pohon-pohon yang tumbuh besar.
Pria yang menyemir cokelat rambutnya itu mengatakan, kompleks Bengkel Teater memang potensial. Lahannya luas. Kalau hanya untuk permukiman, jelas tidak optimal pemanfaatannya. Karena itu, dengan menghutankan kompleks tersebut, potensi lain bisa dimanfaatkan. Tempat tersebut bisa menjadi jujukan masyarakat. Hutan di tengah kota Depok. "Mudah-mudahan jadi tempat rekreasi," harap lelaki 57 tahun itu.
Dari mana pembiayaannya? Iwan menuturkan, mereka bakal mencari uang dengan menjual skenario-skenario. Yang paling mungkin adalah membuat skenario untuk film-film lepas di televisi. Apalagi, istri Rendra, Ken Zuraida, memang ahli menulis skenario. "Bahkan, sejak Mas Willy ada pun, Mbak Ida (panggilan Ken Zuraida, Red.) sudah banyak menulis skenario," katanya.
Order sudah ada. Sebuah stasiun televsi nasional meminta Ken dan Iwan menggarap sebuah film khusus Ramadan. Proses kontrak sedang berjalan. "Kalau sudah pasti, nanti saja saya ceritakan," kilahnya. Pria penggemar mobil klasik lansiran Volkswagen itu melanjutkan, mereka juga bakal merambah ke layar lebar. Apalagi, Iwan sudah tak asing lagi dengan dunia itu. Skenario dibuat Ken, sementara dia yang mengurusi tetek-bengek lain.
Iwan optimistis mereka tetap eksis tanpa menjual nama Rendra. Sebab, bagaimanapun denyut nadi Bengkel Teater harus terus dilanjutkan dengan atau tanpa Rendra. "Ini sama seperti dulu. Ketika Mas Willy dipenjara, kami terus jalan. Sekarang kami juga harus jalan terus," ujarnya.
Iwan yang juga membina Teater Baling-Baling itu mengatakan, pengelolaan Bengkel Teater tetap ditangani Ken Zuraida. Ken memang salah seorang yang mengatur Bengkel Teater ketika Rendra masih ada. Dia juga yang mengatur manajemen pengelolaan kawasan tersebut.
"Mbak Ida pasti mampu. Wong dulu itu Mas Willy malah yang sering keliling, Mbak Ida yang nangani semuanya," tuturnya.
Sumber: Agung Putu Iskandar, Jawa Pos, Kamis 20 Agustus 2009
Best Casinos in Canada 2021 - Mapyro
ReplyDeleteBest Casinos 당진 출장안마 in 제천 출장마사지 Canada 2021. Casino City. 삼척 출장마사지 1, Casino 영천 출장샵 Queen, Yukon. 2, Casino Queen, Yukon. 김포 출장샵 3, Casino Queen, Yukon.