MATAHARI masih malu-malu di kawasan Depo KRL Depok, pagi itu. Aku kembali tak kuasa menolak permintaan putri kecilku Ceril Azzura Bening untuk kembali menengok ratusan kereta rel listrik (KRL) yang terparkir di Depo terbesar se-Asia Tenggara itu.
Mengunjungi Depo KRL Depok sejatinya adalah kewajibanku setiap hari Sabtu atau Minggu atau hari libur lainya. Namun, beberapa kali urung kulakukan karena kesibukan kantor yang memaksaku harus masuk hari Minggu atau Sabtu. "Ayo, Pa lihat Thomas!" rengek putriku yang sudah kuperkenalkan dengan Depo KRL seluas 26 hektare itu sejak usia dua tahun.
Depo KRL Depok tak terlalu jauh dari rumahku. Ya, mungkin sejauh track pelari cepat. Pada saat bulan Puasa Depok KRL Depok ini termasuk tempat fovorit ngabuburit. Jembatan penyeberangan yang pada hari-hari biasa cukup lengang, pada hari libur menjadi tempat parkir sepeda motor.
Depo KRL Depok tepatnya berada di Kelurahan Ratu Jaya, Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok atau sekira satu kilometer dari Stasiun Depok Lama ke arah Citayam. Masuknya bisa melalui jembatan penyeberangan arah Cagar Alam, bisa melalui Gang SMP atau melalui Jalan Potongan Rawageni.
Depo kereta api adalah tempat untuk menyimpan dan tempat untuk melakukan perawatan rutin kereta api serta merupakan tempat untuk melakukan perbaikan ringan. Perawatan yang dilakukan biasanya merupakan pemeriksaan harian, periodik lainnya. Dalam perawatan harian termasuk juga pencucian kereta api.
Depo KRL Depok yang diresmikan Presiden SBY pada 2008 ini memiliki 14 jalur rel stabling (parkir) untuk 244 unit KRL yang dilengkapi dengan peralatan canggih untuk melakukan perawatan harian, bulanan dan tahunan.
Di tempat itu dibangun gedung perkantoran seluas 2.200 meter persegi dengan gedung pemeliharaan seluas 8.600 meter persegi. Ada satu jalur dengan kapasitas delapan KRL untuk pemeliharaan tahunan. Sementara itu untuk pemeliharaan bulanan, harian dan cuci besar masing-masing terdapat dua jalur dengan kapasitas 16 KRL. Di Depo itu juga terdapat mes masinis, dilengkapi 30 kamar dan 120 tempat tidur lengkap dengan kamar mandi di dalam. Pada malam hari komplek depo KRL Kota Depok juga seperti stadion sepak bola karena dilengkapi lampu yang sangat terang.
Sejarah KRL
Wacana elektrifikasi jalur Kereta Api (KA) di Indonesia seperti dikutip dari www.krl.co.id, sejatinya telah didiskusikan oleh para pakar kereta api dari perusahaan kereta api milik pemerintah Hindia Belanda Staats Spoorwegen (SS) sejak tahun 1917. Saat itu sudah pada kesimpulan bahwa elektrifikasi jalur KA secara ekonomi akan menguntungkan.
Elektrifikasi jalur KA pertama dilakukan pada jalur KA rute Tanjung Priuk–Meester Cornelis (Jatinegara) dimulai pada tahun 1923 dan selesai pada tanggal 24 Desember 1924.
Untuk melayani jalur kereta listrik ini, pemerintah Hindia Belanda membeli beberapa jenis lokomotif listrik untuk menarik rangkaian kereta api di antaranya adalah Lokomotif Listrik seri 3000 buatan pabrik SLM (Swiss Locomotive & Machine works)–BBC (Brown Baverie Cie) dan Lokomotif Listrik seri 3100 buatan pabrik AEG (Allgemaine Electricitat Geselischaft) Jerman.
Juga lokomotif listrik seri 3200 buatan pabrik Werkspoor Belanda serta KRL buatan pabrik Westinghouse dan KRL buatan pabrik General Electric. Bagian dari perusahaan Staats Spoorwegen yang menangani sarana, pasarana dan operasional kereta listrik ini adalah Electrische Staats Spoorwegen (ESS).
Peresmian elektrifikasi jalur KA bersamaan dengan hari ulang tahun ke 50 Staats Spoorwegen, sekaligus juga peresmian stasiun Tanjung Priuk yang baru yaitu pada 6 April 1925. Elektrifikasi jalur KA yang mengelilingi kota Batavia (Jakarta) selesai pada 1 Mei 1927. Elektrifikasi tahap selanjutnya dilakukan pada jalur KA rute Batavia (Jakarta Kota) – Buitenzorg (Bogor) dan mulai dioperasionalkan pada tahun 1930.
Jalur kereta listrik di Batavia ini menandai dibukanya sistem angkutan umum massal yang ramah lingkungan, yang merupakan salah satu sistem transportasi paling maju di Asia pada zamannya. Di masa itu, kereta listrik telah menjadi andalan para penglaju (komuter) untuk bepergian, terutama bagi para penglaju yang bertempat tinggal di Bogor dan bekerja di Jakarta.
Setelah Indonesia merdeka, lokomotif-lokomotif listrik ini masih setia melayani para pengguna angkutan kereta api di daerah Jakarta – Bogor. Pemerintah Indonesia sejak kemerdekaan tidak pernah membeli lokomotif listrik untuk mengganti atau menambah jumlah lokomotif listrik yang beroperasi. Namun pada akhirnya, dengan usia yang telah mencapai setengah abad, lokomotif-lokomotif ini dipandang tidak lagi memadai dan mulai digantikan dengan rangkaian KRL baru buatan Jepang sejak tahun 1976.
Seiring perkembangan zaman, Commuter (KRL Jabotabek) yang beroperasi sekarang sudah memiliki berbagai fasilitas dan kelas, mulai dari tempat duduk yang 'empuk' hingga Air Conditioner (AC) yang menyejukkan. Saat ini ada tiga kategori atau kelas pelayanan Commuter, antara lain Commuter ekonomi non-AC, Commuter Ekonomi AC dan Commuter Ekspres AC.
Sistem pengoperasian Commuter terpadu di wilayah Jabotabek dimulai pada 2000. Saat itu pemerintah Indonesia menerima hibah 72 unit KRL. Dari jumlah tersebut, sebanyak 50 unit gerbong bisa langsung digunakan dan dioperasikan sebagai rangkaian-rangkaian KRL Pakuan yang melayani rute Jakarta–Bogor.
Saat ini Commuter melayani lintas Jakarta–Bogor, Jakarta–Tanahabang, Jakarta–Bekasi, Jakarta–Tangerang dan Jakarta –Serpong.
Selain itu, ada juga Commuter lingkar Jakarta dengan nama KRL Ciliwung, dengan rute Manggarai–Tanahabang–Angke-Kemayoran–Pasarsenen–Jatinegara kembali ke Manggarai dan arah sebaliknya.
Bahkan, sejak beberapa tahun terakhir ini, setiap Sabtu dan Minggu telah tersedia pula Commuter Wisata yang melayani jalur Stasiun Bogor–Stasiun Ancol dan Stasiun Serpong–Stasiun Ancol, Stasiun Tangerang–Stasiun Ancol, Stasiun Bekasi– Stasiun Ancol. Commuter Wisata tersebut melayani penumpang pulang-pergi, pada pagi dan sore hari. Harga tiket sudah termasuk tiket masuk ke Taman Impian Jaya Ancol.
KRL yang digunakan dalam melayani penumpang Jabotabek adalah KRL AC eks Jepang namun masih dalam kondisi baik dan layak digunakan. Khusus untuk KRL Ciliwung, kereta yang dioperasikan buatan PT INKA Madiun dengan nama KRL I (atau disebut KRL Indonesia).
Mengunjungi Depo KRL Depok sejatinya adalah kewajibanku setiap hari Sabtu atau Minggu atau hari libur lainya. Namun, beberapa kali urung kulakukan karena kesibukan kantor yang memaksaku harus masuk hari Minggu atau Sabtu. "Ayo, Pa lihat Thomas!" rengek putriku yang sudah kuperkenalkan dengan Depo KRL seluas 26 hektare itu sejak usia dua tahun.
Depo KRL Depok tak terlalu jauh dari rumahku. Ya, mungkin sejauh track pelari cepat. Pada saat bulan Puasa Depok KRL Depok ini termasuk tempat fovorit ngabuburit. Jembatan penyeberangan yang pada hari-hari biasa cukup lengang, pada hari libur menjadi tempat parkir sepeda motor.
Depo KRL Depok tepatnya berada di Kelurahan Ratu Jaya, Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok atau sekira satu kilometer dari Stasiun Depok Lama ke arah Citayam. Masuknya bisa melalui jembatan penyeberangan arah Cagar Alam, bisa melalui Gang SMP atau melalui Jalan Potongan Rawageni.
Depo kereta api adalah tempat untuk menyimpan dan tempat untuk melakukan perawatan rutin kereta api serta merupakan tempat untuk melakukan perbaikan ringan. Perawatan yang dilakukan biasanya merupakan pemeriksaan harian, periodik lainnya. Dalam perawatan harian termasuk juga pencucian kereta api.
Depo KRL Depok yang diresmikan Presiden SBY pada 2008 ini memiliki 14 jalur rel stabling (parkir) untuk 244 unit KRL yang dilengkapi dengan peralatan canggih untuk melakukan perawatan harian, bulanan dan tahunan.
Di tempat itu dibangun gedung perkantoran seluas 2.200 meter persegi dengan gedung pemeliharaan seluas 8.600 meter persegi. Ada satu jalur dengan kapasitas delapan KRL untuk pemeliharaan tahunan. Sementara itu untuk pemeliharaan bulanan, harian dan cuci besar masing-masing terdapat dua jalur dengan kapasitas 16 KRL. Di Depo itu juga terdapat mes masinis, dilengkapi 30 kamar dan 120 tempat tidur lengkap dengan kamar mandi di dalam. Pada malam hari komplek depo KRL Kota Depok juga seperti stadion sepak bola karena dilengkapi lampu yang sangat terang.
Sejarah KRL
Wacana elektrifikasi jalur Kereta Api (KA) di Indonesia seperti dikutip dari www.krl.co.id, sejatinya telah didiskusikan oleh para pakar kereta api dari perusahaan kereta api milik pemerintah Hindia Belanda Staats Spoorwegen (SS) sejak tahun 1917. Saat itu sudah pada kesimpulan bahwa elektrifikasi jalur KA secara ekonomi akan menguntungkan.
Elektrifikasi jalur KA pertama dilakukan pada jalur KA rute Tanjung Priuk–Meester Cornelis (Jatinegara) dimulai pada tahun 1923 dan selesai pada tanggal 24 Desember 1924.
Untuk melayani jalur kereta listrik ini, pemerintah Hindia Belanda membeli beberapa jenis lokomotif listrik untuk menarik rangkaian kereta api di antaranya adalah Lokomotif Listrik seri 3000 buatan pabrik SLM (Swiss Locomotive & Machine works)–BBC (Brown Baverie Cie) dan Lokomotif Listrik seri 3100 buatan pabrik AEG (Allgemaine Electricitat Geselischaft) Jerman.
Juga lokomotif listrik seri 3200 buatan pabrik Werkspoor Belanda serta KRL buatan pabrik Westinghouse dan KRL buatan pabrik General Electric. Bagian dari perusahaan Staats Spoorwegen yang menangani sarana, pasarana dan operasional kereta listrik ini adalah Electrische Staats Spoorwegen (ESS).
Peresmian elektrifikasi jalur KA bersamaan dengan hari ulang tahun ke 50 Staats Spoorwegen, sekaligus juga peresmian stasiun Tanjung Priuk yang baru yaitu pada 6 April 1925. Elektrifikasi jalur KA yang mengelilingi kota Batavia (Jakarta) selesai pada 1 Mei 1927. Elektrifikasi tahap selanjutnya dilakukan pada jalur KA rute Batavia (Jakarta Kota) – Buitenzorg (Bogor) dan mulai dioperasionalkan pada tahun 1930.
Jalur kereta listrik di Batavia ini menandai dibukanya sistem angkutan umum massal yang ramah lingkungan, yang merupakan salah satu sistem transportasi paling maju di Asia pada zamannya. Di masa itu, kereta listrik telah menjadi andalan para penglaju (komuter) untuk bepergian, terutama bagi para penglaju yang bertempat tinggal di Bogor dan bekerja di Jakarta.
Setelah Indonesia merdeka, lokomotif-lokomotif listrik ini masih setia melayani para pengguna angkutan kereta api di daerah Jakarta – Bogor. Pemerintah Indonesia sejak kemerdekaan tidak pernah membeli lokomotif listrik untuk mengganti atau menambah jumlah lokomotif listrik yang beroperasi. Namun pada akhirnya, dengan usia yang telah mencapai setengah abad, lokomotif-lokomotif ini dipandang tidak lagi memadai dan mulai digantikan dengan rangkaian KRL baru buatan Jepang sejak tahun 1976.
Seiring perkembangan zaman, Commuter (KRL Jabotabek) yang beroperasi sekarang sudah memiliki berbagai fasilitas dan kelas, mulai dari tempat duduk yang 'empuk' hingga Air Conditioner (AC) yang menyejukkan. Saat ini ada tiga kategori atau kelas pelayanan Commuter, antara lain Commuter ekonomi non-AC, Commuter Ekonomi AC dan Commuter Ekspres AC.
Sistem pengoperasian Commuter terpadu di wilayah Jabotabek dimulai pada 2000. Saat itu pemerintah Indonesia menerima hibah 72 unit KRL. Dari jumlah tersebut, sebanyak 50 unit gerbong bisa langsung digunakan dan dioperasikan sebagai rangkaian-rangkaian KRL Pakuan yang melayani rute Jakarta–Bogor.
Saat ini Commuter melayani lintas Jakarta–Bogor, Jakarta–Tanahabang, Jakarta–Bekasi, Jakarta–Tangerang dan Jakarta –Serpong.
Selain itu, ada juga Commuter lingkar Jakarta dengan nama KRL Ciliwung, dengan rute Manggarai–Tanahabang–Angke-Kemayoran–Pasarsenen–Jatinegara kembali ke Manggarai dan arah sebaliknya.
Bahkan, sejak beberapa tahun terakhir ini, setiap Sabtu dan Minggu telah tersedia pula Commuter Wisata yang melayani jalur Stasiun Bogor–Stasiun Ancol dan Stasiun Serpong–Stasiun Ancol, Stasiun Tangerang–Stasiun Ancol, Stasiun Bekasi– Stasiun Ancol. Commuter Wisata tersebut melayani penumpang pulang-pergi, pada pagi dan sore hari. Harga tiket sudah termasuk tiket masuk ke Taman Impian Jaya Ancol.
KRL yang digunakan dalam melayani penumpang Jabotabek adalah KRL AC eks Jepang namun masih dalam kondisi baik dan layak digunakan. Khusus untuk KRL Ciliwung, kereta yang dioperasikan buatan PT INKA Madiun dengan nama KRL I (atau disebut KRL Indonesia).
Comments
Post a Comment