HUJAN rintik-rintik membasahi dan membuat kotor Stasiun Depok Lama, Kota Depok, Jawa Barat, suatu pagi. Saat akan menghindari tetesan air dari atap yang bocor, saya memilih menepi dan bersandar pada tiang besi stasiun.
Tak jauh dari lapak tukang koran terlihat sosok yang tidak asing lagi bahkan bisa dikatakan bintang Senayan--terutama pada saat kasus Century heboh--tengah memperhatikan tingkah polah orang-orang di stasiun. Dialah Akbar Faizal, mantan anggota Pansus Century dari Fraksi Partai Hatinurani Rakyat (Hanura).
"Apa kabar, Pak Akbar," sapa saya sambil mengulurkan tangan.
"Baik," jawabnya dengan mata tajam sambil tersenyum.
"Tiap hari naik kereta?"
"Iya, emang ada yang aneh?" tanya anggota Komisi V yang salah satunya tugasnya membidangi perhubungan ini, tanpa berharap jawaban.
Sambil menunggu kereta tiba jam 09.00 WIB, sekitar lima menit pembicaraan pun meluncur bak gado-gado, mulai dari kasus Century yang tertimbun Piala Dunia dan video porno artis hingga masalah pelayanan kereta rel listrik (KRL) yang sangat buruk.
"Sangat buruk," kata Akbar yang tinggal di Kota Kembang Grand Depok City tersebut.
Akbar menuturkan, setiap Senin hingga Jumat, mantan jurnalis ini, kerap menggunakan jasa kereta api. Naik dari Stasiun Depok Lama dan turun di Stasiun Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat.
"Dari sana ke DPR naik taksi," ujarnya.
Akbar sangat berharap PT Kereta Api Indonesia (KAI) meningkatkan pelayananannya bagi masyarakat. Ia mengaku telah menyampaikan keluhan tentang KRL dalam rapat di Komisi V namun belum ada respons. "Saya setuju KRL ekonomi (non-AC) dihapus dan semuanya diganti dengan KRL AC tapi pelayanannya harus bagus," ujar Ketua DPP Hanura ini.
"Ayo naik!" ajak Akbar ketika KRL Ekspres tiba.
"Saya naik ekonomi AC, terimakasih."
Kereta ekonomi AC berhenti di setiap stasiun dengan harga tiket Rp 5.500 sedangkan KRL Ekspres hanya berhenti di bebarapa stasiun utama seperti Gondangdia dan Djuanda dan berakhir di kota dengan harga tiket Rp 11.000.
Tak jauh dari lapak tukang koran terlihat sosok yang tidak asing lagi bahkan bisa dikatakan bintang Senayan--terutama pada saat kasus Century heboh--tengah memperhatikan tingkah polah orang-orang di stasiun. Dialah Akbar Faizal, mantan anggota Pansus Century dari Fraksi Partai Hatinurani Rakyat (Hanura).
"Apa kabar, Pak Akbar," sapa saya sambil mengulurkan tangan.
"Baik," jawabnya dengan mata tajam sambil tersenyum.
"Tiap hari naik kereta?"
"Iya, emang ada yang aneh?" tanya anggota Komisi V yang salah satunya tugasnya membidangi perhubungan ini, tanpa berharap jawaban.
Sambil menunggu kereta tiba jam 09.00 WIB, sekitar lima menit pembicaraan pun meluncur bak gado-gado, mulai dari kasus Century yang tertimbun Piala Dunia dan video porno artis hingga masalah pelayanan kereta rel listrik (KRL) yang sangat buruk.
"Sangat buruk," kata Akbar yang tinggal di Kota Kembang Grand Depok City tersebut.
Akbar menuturkan, setiap Senin hingga Jumat, mantan jurnalis ini, kerap menggunakan jasa kereta api. Naik dari Stasiun Depok Lama dan turun di Stasiun Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat.
"Dari sana ke DPR naik taksi," ujarnya.
Akbar sangat berharap PT Kereta Api Indonesia (KAI) meningkatkan pelayananannya bagi masyarakat. Ia mengaku telah menyampaikan keluhan tentang KRL dalam rapat di Komisi V namun belum ada respons. "Saya setuju KRL ekonomi (non-AC) dihapus dan semuanya diganti dengan KRL AC tapi pelayanannya harus bagus," ujar Ketua DPP Hanura ini.
"Ayo naik!" ajak Akbar ketika KRL Ekspres tiba.
"Saya naik ekonomi AC, terimakasih."
Kereta ekonomi AC berhenti di setiap stasiun dengan harga tiket Rp 5.500 sedangkan KRL Ekspres hanya berhenti di bebarapa stasiun utama seperti Gondangdia dan Djuanda dan berakhir di kota dengan harga tiket Rp 11.000.
Comments
Post a Comment